18 April 2008

Sehatkah Udara yang Kita Hirup?

Oleh: Arda Dinata
Email: arda.dinata@gmail.com

“Udara merupakan zat paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi ini. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat menjadi media penyebaran penyakit pada manusia .” [Dr. Budiman Chandra]

Kalau kita perhatikan dari bagian terakhir pernyataan Dr. Budiman Chandra di atas, tentu akan menjadi keharusan bagi tiap manusia untuk memperhatikan kondisi udara yang sehari-hari biasa kita hirup. Sebab, jangan-jangan banyaknya kasus penyakit saluran pernapasan (umumnya) yang terjadi di masyarakat itu akibat oleh buruknya kondisi udara yang ada di tempat tinggalnya.

BOKS EBOOKS RESELLER SUKSES HIDUP ANDA:
1. Mengirim Ribuan Email Pribadi Sekali Klik
2. Cara Mudah & Praktis Nampang di Internet
3. Cara Praktis Bikin Situs Dinamis & Interaktif
4. Panduan Praktis Bikin Ebook

5. Menjadi Penulis Sukses & Kaya
6. Peta Harta Karun Bagi Penulis Sukses

7. Cara Gampang Nerbitin Buku
8. Pintar Membuat Tulisan Yang Mengandung Hikmah
9. Kiat Membuat Tulisan Yang Menarik
10. Rahasia Peluang Bisnis di Internet
===by. Arda Dinata

Untuk itu, patut kita selalu bertanya: “Sehatkah udara yang kita hirup?” Apalagi, kalau kita teliti lebih jauh lagi, ternyata udara itu merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Dalam beberapa sumber disebutkan komposisi normal udara itu terdiri dari gas Nitrogen (78,1%), Oksigen (20,93%), dan Karbon Dioksida (0,03%). Sementara itu selebihnya berupa gas Argon, Neon, Kripton, Xenon, dan Helium. Tidak hanya itu, ternyata di udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan.

Kenapa saya ungkapkan kandungan dari komposisi udara itu, tidak lain agar kita sadar bahwa kondisi itu (udara normal) sangat memungkinkan untuk dikotori oleh benda, mahluk hidup lain yang dapat membahayakan kondisi kesehatan dan hidup manusia. Inilah yang belakangan kita sebut dengan terjadinya pencemaran udara atau polusi udara.

Polusi atau pencemaran udara diartikan sebagai kondisi dimasukkannya komponen lain ke dalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam, sehingga kualitas udara menjadi turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai peruntukkannya.

Pada umumnya, sumber pencemaran udara ini terdiri dari dua hal. Pertama, berasal dari proses atau kegiatan alam seperti kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi. Kedua, berasal dari kegiatan manusia, misalnya: sisa pembakaran kendaraan bermotor, asap industri, pembakaran sisa pertanian, sisa pembakaran gas alam, dll.

Akhirnya, tidaklah berlebihan bila kita harus menjaga kondisi udara di sekitar tempat tinggal kita agar tidak terjadi polusi udara. Yakni dengan melakukan penghijauan, tidak melakukan pembakaran hutan, menata transportasi, menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan, dll. Bagaimana menurut pendapat Anda?

Catatan: ditunggu komentar, saran, dan masukannya ya….!!!

Arda Dinata adalah penulis lepas, dosen dan tutor di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.

Arda Dinata
Hp. 081320476048
Email:
arda.dinata@gmail.com
http://arda-dinata.blogspot.comhttp://miqra.blogspot.com

11 April 2008

Pencemaran Udara Ancaman Bagi Kesehatan Masyarakat

Oleh: ARDA DINATA
SELAMA hidup, tentu kita membutuhkan udara untuk bernapas. Di dalam udara terkandung sejumlah oksigen. Ia merupakan komponen esensial bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Udara merupakan campuran dari gas yang terdiri dari 78 persen nitrogen, 20 persen oksigen, 0,93 persen argon, 0,03 persen karbondioksida dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen. Komposisi seperti itu dibilang sebagai udara normal dan dapat mendukung kehidupan manusia.

Namun akibat aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan, udara sering kali menurun kualitasnya. Perubahan ini dapat berupa sifat-sifat fisis maupun kimiawi. Perubahan kimiawi dapat berupa pengurangan maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung dalam udara. Kondisi seperti itu orang lazim menyebutnya dengan pencemaran (polusi) udara.
BOKS EBOOKS RESELLER SUKSES HIDUP ANDA:

Kondisi pencemaran udara di beberapa kota Indonesia sudah mencapai taraf yang cukup membahayakan. Itulah sebabnya, Jakarta menempati peringkat ketiga dalam hal polusi udara terkotor sedunia, setelah Mexico City dan Bangkok. Hal ini dapat terlihat dengan meningkatnya indeks terganggunya kenyamanan dan kesehatan masyarakat di Ibukota. Dan menurut Isna Marifat MSc, Ketua Penyelenggara Segar Jakartaku, "70 persen pencemaran udara Jakarta disebabkan oleh kendaraan bermotor."

Adapun jumlah kendaraan di Jakarta berdasarkan data tahun 2002 telah mencapai hampir 3,5 juta unit kendaraan, sehingga beban pencemaran udara yang ditimbulkan cukup signifikan. Dan pencemaran udara yang paling tinggi terdapat di ruas-ruas jalan yang paling padat lalu lintasnya dan rawan kemacetan.

Jenis Pencemaran Udara

Realitas terjadinya pencemaran udara itu disebabkan berbedanya komposisi udara aktual dengan kondisi udara normal. Bahan atau zat pencemaran udara sendiri dapat berbentuk gas dan partikel. Dalam bentuk gas dapat dibedakan dalam golongan Belerang (Sulfur Dioksida, Hidrogen Sulfida, Sulfat Aerosol); golongan Nitrogen (Nitrogen Oksida, Nitrogen Monoksida, Amoniak, dan Nitrogen Dioksida); golongan Karbon (Karbon Dioksida, Karbon Monoksida, Hidrokarbon); dan golongan gas yang berbahaya (Benzene, Vinyl Klorida, air raksa uap).

Jenis pencemaran udara berbentuk partikel dibedakan menjadi tiga. Pertama, mineral (anorganik) dapat berupa racun seperti air raksa dan Timah. Kedua, bahan organik terdiri dari ikatan Hidrokarbon, Klorinasi Alkan, Benzene. Ketiga, makhluk hidup terdiri dari bakteri, virus, telur cacing.

Sementara itu, jenis pencemaran udara menurut tempat dan sumbernya dibedakan menjadi dua, yaitu pencemaran udara bebas dan pencemaran udara ruangan. Kategori pencemaran udara bebas meliputi secara alamiah (letusan gunung berapi, pembusukan, dan lain-lain) dan bersumber kegiatan manusia, misalnya berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, asap kendaraan bermotor, dan lain-lain.

Menurut David Kuper, Kepala Perwakilan Swisscontact dan Direktur Clean Air Project Jakarta, pencemaran udara berdampak negatif terhadap kesehatan, khususnya penyakit kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, gangguan kejiwaan, kanker dan penurunan IQ pada anak-anak. "Biaya kesehatan akibat pencemaran udara mengalami peningkatan sekitar 250 juta dolar AS per tahun," katanya.

Lebih jauh, kondisi udara yang tercemar bisa membuat kesehatan kita memburuk dan terancam. Misalnya, adanya logam timbal yang keluar dari gas buangan kendaraan bermotor dapat masuk ke tubuh manusia melalui pernapasan dan kontak langsung. Keberadaan unsur timbal ini di dalam tubuh manusia menjadi racun penyerang saraf yang dapat merusak pertumbuhan anak dan bisa menurunkan kepintaran (IQ) anak-anak. Dan berdasarkan data penelitian mutakhir menyebutkan bahwa udara kotor tidak cuma buruk bagi paru-paru, tapi juga berdampak jelek buat jantung. Serangan jantung ini mungkin akan menjadi ancaman sangat serius karena disebabkan kotornya udara.

Sementara itu, Posman Sibuea, Magister Sains Bidang Teknologi Pangan dari UGM Yogyakarta, mengungkapkan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi timbel pada lingkungan adalah pemakaian bensin bertimbel yang masih tinggi di Indonesia. Untuk mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan bilangan oktan dengan penambahan timbel dalam bentuk Tetra Ethyl Lead (TEL). Namun dalam proses pembakaran, timbel dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara dan siap masuk ke sistem pernapasan manusia.

Lebih lanjut diungkapkan Posman, di dalam tubuh manusia, timbel memulai turnya melalui saluran pernapasan atau saluran pencernaan menuju sistem peredaran darah. Melalui sistem peredaran darah menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, saraf, dan tulang. Keracunan timbel ini pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan).

Adapun keracunan timbal pada anak-anak dapat mengurangi kecerdasannya. Bila dalam darah mereka ditemukan kadar timbal tiga kali batas normal (asupan normal sekitar 0,3 miligram per hari) menyebabkan penurunan IQ di bawah 80. Kelainan fungsi otak terjadi karena timbel secara kompetitif menggantikan peranan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga, dan besi dalam mengatur fungsi sistem saraf pusat yang pada gilirannya akan mengurangi peluang anak untuk berprestasi di sekolah.

Dalam bahasa lain, pencemaran udara berdasarkan pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan dibedakan menjadi empat jenis (Indah Kastiyowati, ST; 2003). Pertama, iritansi. Biasanya polutan ini bersifat korosif. Merangsang proses peradangan hanya pada saluran pernapasan bagian atas (mulai hidung hingga tenggorokan). Misalnya Sulfur Dioksida, Sulfur Trioksida, Amoniak, debu. Iritasi terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan juga mengenai paru-paru.

Kedua, asfiksia, yakni disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau berkurangnya kadar oksigen. Keracunan gas karbonmonoksida mengakibatkan CO akan mengikat hemoglobin sehingga kemampuan hemoglobin mengikat oksigen berkurang maka terjadilah asfiksia. Yang termasuk golongan ini ialah gas Nitrogen, Oksida, Metan, gas Hidrogen dan Helium.

Ketiga, anestesia. Bersifat menekan susunan saraf pusat sehingga kehilangan kesadaran, misalnya Aeter, Aetiline, Propane, dan alkohol alifatis. Dan keempat, toksis. Titik tangkap terjadinya berbagai jenis, yaitu menimbulkan gangguan pada sistem pembuatan darah (misalnya Benzene, Fenol, Toluen, dan Xylene) dan keracunan terhadap susunan saraf (misalnya Karbon Dioksida, Metil alkohol). Dari sini, masyarakat hendaknya sadar betul mengenai ancaman kesehatan bersumber dari masalah pencemaran udara (terutama) dari asap kendaraan bermotor, dampaknya terhadap kesehatan, dan bagaimana upaya untuk menanggulanginya.***
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
ADA EBOOK GRATIS SEBAGAI BONUS YANG WAJIB ANDA BACA:

Mewujudkan Budaya Ramah Lingkungan Dalam Berkendaraan

Oleh: ARDA DINATA
SETIAP tanggal 5 Juni kita memperingati hari lingkungan hidup dan saat itulah para aktivis lingkungan mencoba memberi pencerahan kesadaran terhadap manusia yang mendiami bumi ini. Salah satu kesadaran yang perlu dipahami berkait permasalahan lingkungan saat ini adalah permasalahan pencemaran udara dari kendaraan bermotor yang kondisinya makin memprihatinkan.

Kita semua sadar betul bahwa selama hidup tentu membutuhkan udara untuk bernapas. Udara di dalamnya terkandung sejumlah oksigen. Ia merupakan komponen esensial bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Udara merupakan campuran dari gas yang terdiri dari 78 % nitrogen, 20 % oksigen, 0,93 % argon, 0,03 % karbon dioksida dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen. Komposisi seperti itu dibilang sebagai udara normal dan dapat mendukung kehidupan manusia.

Namun akibat aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan, kondisi udara sering kali menurun kualitasnya. Perubahan ini dapat berupa sifat-sifat fisis maupun kimiawi. Perubahan kimiawi dapat berupa pengurangan maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung dalam udara. Kondisi seperti itu orang lazim menyebutnya dengan pencemaran (polusi) udara.
Kondisi pencemaran udara di beberapa kota Indonesia sudah mencapai taraf yang cukup membahayakan. Itulah sebabnya Jakarta menempati peringkat ketiga dalam hal polusi udara terkotor sedunia, setelah Mexico City dan Bangkok. Hal ini dapat terlihat dengan meningkatnya indeks terganggunya kenyamanan dan kesehatan masyarakat di ibu kota. Dan menurut Isna Marifat M.Sc, Ketua Penyelenggara Segar Jakartaku, 70 persen pencemaran udara Jakarta disebabkan oleh kendaraan bermotor. Adapun jumlah kendaraan di Jakarta berdasarkan data tahun 2002 telah mencapai hampir 3,5 juta unit kendaraan sehingga beban pencemaran udara yang ditimbulkan cukup signifikan. Pencemaran udara yang paling tinggi terdapat di ruas-ruas jalan yang paling padat lalu lintasnya dan rawan kemacetan.
Kualitas Udara
Kita menyadari kalau hasil pembakaran bahan kendaraan bermotor itu, selain menghasilkan energi untuk menggerakkan mesin juga menghasilkan beberapa bahan beracun dan berbahaya ke udara. Antara lain, berupa nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), timbal oksida (PbO), sulfur dioksida (SO2), dan hydrokarbon.
Berkaitan dengan itu, beberapa tahun ke belakang sebelum arus kendaraan sepadat saat ini, di Kota Bandung telah dilakukan pengukuran terhadap kualitas udaranya. Seperti diteliti oleh Dr. Nani Djuangsih (1998) di sekitar 80 lokasi di Kota Bandung telah dilakukan pengukuran kandungan NO2 secara pasif (1989-1996) dan pengukuran secara aktif meliputi parameter NO2, CO, SO2, debu dan tingkat kebisingan yang dilakukan di lokasi-lokasi tertentu yang mewakili daerah padat transportasi seperti Jl. Soekarno-Hatta, Sindangpalay, Mohammad Toha, Kopo, Pasir Koja, Cibadak, Panghegar, Cicaheum, Kebon Kelapa, Arjuna dan IPTN.
Hasil pengukuran NO2 secara pasif yang dilakukan pada 1989-1996, didapat adanya kecenderungan pergeseran peningkatan konsentrasi NO2 dan jumlah lokasi tercemar NO2, misalnya pada tahun 1996 terdapat tiga lokasi yang kandungan NO2 di udaranya telah melampaui batu mutu, yakni 92,5 mg/m3 ---mikrogram/meterkubik---, pada tahun sebelumnya tidak terjadi. Keadaan ini ada korelasinya dengan peningkatan jumlah kendaraan yang merupakan penyumbang terbesar dalam pencemaran NO2 di udara.
Hasil pengukuran dengan metoda aktif untuk kandungan NO2 di Soekarno-Hatta pada tahun 1995 (96,6 mg/m3), Terminal Cicaheum dan Kebon Kelapa pada tahun 1995-1996 masing-masing berkisar 98,2-103 mg/m3 dan 93,5-95,8 mg/m3. Keadaan tersebut menurut Keputusan Menteri KLH No. 02/Men-KLH/I/1998 sudah melampaui baku mutu yang diperkenankan (92,5 mg/m3).
Sementara itu, kandungan SO2 di tiap-tiap tempat pengamatan berkisar dari tidak terdeksi sampai 16,71 mg/m3. Dengan demikian, keadaan ini masih jauh dari baku mutunya (620 mg/m3). Kandungan CO berkisar antara 155-980 mg/m3. Dari hasil pemantauan didapat bahwa kandungan CO di Terminal Cicaheum dan Kebon Kelapa, IPTN, Soekarno Hatta harus diwaspadai karena konsentrasinya hampir mendekati baku mutunya.
Kondisi saat ini tentu sudah jauh berbeda dan penulis berkeyakinan kondisinya sudah meningkat, pasalnya di beberapa daerah tersebut kemacetan kendaraan kerap kali terjadi dan terbilang merupakan jalur padat kendaraan di kota Bandung.
Adapun persentase HbCO pada darah masyarakat Kota Bandung berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus dari Landis dan Yu (1995) adalah berkisar 1,33-17,5 persen. Artinya pada konsentrasi HbCO 1,33 persen belum menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan. Pada konsentrasi 17,5 persen dapat menimbulkan gangguan persepsi penglihatan, keterampilan, belajar, dan gangguan intelektual yang khusus. Sedangkan konsentrasi HbCO 20-30 persen dapat menimbulkan kelemahan pada kaki, dan kadang-kadang mual serta muntah.
Dampak Kesehatan
Menurut David Kuper, Kepala Perwakilan Swisscontact dan Direktur Clean Air Project Jakarta, pencemaran udara berdampak negatif terhadap kesehatan, khususnya penyakit kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, gangguan kejiwaan, kanker dan penurunan IQ pada anak-anak. “Biaya kesehatan akibat pencemaran udara mengalami peningkatan sekira 250 juta dolar AS per tahun,” katanya.
Lebih jauh, kondisi udara yang tercemar bisa membuat kesehatan kita memburuk dan terancam. Misalnya, adanya logam timbal yang keluar dari gas buangan kendaraan bermotor dapat masuk ke tubuh manusia melalui pernapasan dan kontak langsung. Keberadaan unsur timbal ini di dalam tubuh manusia menjadi racun penyerang syaraf yang dapat merusak pertumbuhan anak dan bisa menurunkan kepintaran (IQ) anak-anak.
Sementara itu, Posman Sibuea, Magister Sains Bidang Teknologi Pangan dari UGM Yogyakarta, mengungkapkan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi timbal pada lingkungan adalah pemakaian bensin bertimbal yang masih tinggi di Indonesia. Untuk mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan bilangan oktan dengan penambahan timbal dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun dalam proses pembakaran, timbal dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara dan siap masuk ke sistem pernafasan manusia.
Lebih lanjut diungkapkan Posman, di dalam tubuh manusia, timbal memulai turnya melalui saluran pernapasan atau saluran pencernaan menuju sistem peredaran darah. Melalui sistem peredaran darah menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, syaraf, dan tulang. Keracunan timbal ini pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan).
Bila dalam darah anak-anak ditemukan kadar timbal tiga kali batas normal (asupan normal sekitar 0,3 miligram per hari) menyebabkan penurunan IQ di bawah 80. Kelainan fungsi otak terjadi karena timbal secara kompetitif menggantikan peranan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga, dan besi dalam mengatur fungsi sistem syaraf pusat. Yang pada gilirannya akan mengurangi peluang anak untuk berprestasi di sekolah.
Budaya Ramah Lingkungan
Terjadinya pencemaran udara, tentu harus segera ditanggulangi dengan melakukan pencegahan sedini mungkin agar tidak terjadi kesakitan pada manusia. Dalam melakukan pencegahan secara tepat bergantung pada sifat dan sumber polutan udara. Pada dasarnya caranya dibedakan menjadi mengurangi polutan dengan alat-alat, mengubah polutan, melarutkan polutan, dan mendispersikan polutan.
Menurut dr.drh. Mangku Sitepoe (1997), ada lima dasar dalam mencegah atau memperbaiki pencemaran udara berbentuk gas. Pertama, absorbsi. Melakukan solven yang baik untuk memisahkan polutan gas dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Biasanya absorbennya air, tetapi kadang-kadang dapat juga tidak menggunakan air (dry absorben).
Kedua, adsorbsi. Mempergunakan kekuatan tarik-menarik antara molekul polutan dan zat adsorben. Dalam proses adsorbsi dipergunakan bahan padat yang dapat menyerap polutan. Berbagai tipe adsorben antara lain karbon aktif dan silikat.
Ketiga, kondensasi. Dengan kondensasi dimaksudkan agar polutan gas diarahkan mencapai titik kondensasi, terutama dikerjakan pada polutan gas yang bertitik kondensasi tinggi dan penguapan yang rendah (hidrokarbon dan gas organik lain).
Keempat, pembakaran. Mempergunakan proses oksidasi panas untuk menghancurkan gas hidrokarbon yang terdapat di dalam polutan. Hasil pembakaran berupa karbon dioksida dan air. Adapun proses pemisahannya secara fisik dikerjakan bersama-sama dengan proses pembakaran secara kimia.
Kelima, reaksi kimia. Banyak dipergunakan pada emisi golongan nitrogen dan belerang. Membersihkan gas golongan nitrogen, caranya dengan diinjeksikan amoniak yang akan bereaksi kimia dengan NOx dan membentuk bahan padat yang mengendap. Untuk menjernihkan golongan belerang dipergunakan copper oksid atau kapur dicampur arang.
Sementara itu, pencegahan pencemaran udara berbentuk partikel dapat dilakukan melalui enam konsep. Pertama, “membersihkan” (scrubbing). Mempergunakan cairan untuk memisahkan polutan. Alat scrubbing ada berbagai jenis, yaitu berbentuk plat, masif, fibrous, dan spray.
Kedua, menggunakan filter. Dimaksudkan untuk menangkap polutan partikel pada permukaan filter. Filter yang dipergunakan berukuran sekecil mungkin. Filter bersifat semipermeable yang dapat dibersihkan, kadang-kadang dikombinasikan dengan pembersihan gas dan filter polutan partikel.
Ketiga, mempergunakan presipitasi elektrostatik. Cara ini berbeda dengan cara mekanis lainnya sebab langsung ke butir-butir partikel. Polutan dialirkan di antara pelat yang diberi aliran listrik sehingga presipitator yang akan mempresipitasikan polutan partikel dan ditampung di dalam kolektor. Pada bagian lain akan keluar udara yang telah dibersihkan.
Keempat, mempergunakan kolektor mekanis. Dengan menggunakan tenaga gravitasi dan tenaga kinetis atau kombinasi keduanya untuk mengendapkan partikel. Sebagai kolektor dipergunakan gaya sentripetal yang memakai siklon.
Kelima, program langit biru. Yaitu program untuk mengurangi pencemaran udara, baik pencemaran udara yang bergerak maupun stasioner. Dalam hal ini, ada tiga tindakan yang dilakukan terhadap pencemaran udara akibat transportasi (baca: kendaraan bermotor), yaitu:
(1) mengganti bahan bakar kendaraan. Bahan bakar disel dan premium pembakarannya kurang sempurna sehingga terjadi polutan yang berbahaya. Dalam program lagit biru, hal ini dikaitkan dengan penggantian bahan bakar ke arah bahan bakar gas yang memberikan hasil pembakaran lebih baik.
(2) mengubah mesin kendaraan. Mesin dengan bahan bakar disel diganti dengan mesin bahan bakar gas.
(3) memasang alat-alat pembersihan polutan pada kendaraan bermotor.
Keenam, menggalakan penanaman pohon. Mempertahankan paru-paru kota dengan memperluas pertamanan dan penanaman berbagai jenis pohon sebagai penangkal pencemaran. Sebab, tumbuhan akan menyerap hasil pencemaran udara (CO2) dan melepaskan oksigen sehingga mengisap polutan dan mengurangi polutan dengan kehadiran oksigen.
Adapun upaya yang lain untuk menekan terjadinya polusi udara kota-kota besar di Indonesia, maka ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan sebagai berikut: pertama, kita harus berani membenahi sistem transportasi yang telah ada dan ternyata banyak merugikan kesehatan masyarakat. Sistem transportasi perkotaan ditentukan sebagai berikut: untuk kota raya dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta, bentuk transportasi trayek utama berupa kereta api dan bus besar. Kota besar dengan jumlah penduduk antara 500 ribu, 1 juta menggunakan bus besar. Sementara itu, untuk kota sedang berpenduduk sekira 100 ribu, 500 ribu, angkutan yang diperkenankan bus besar atau sedang. Untuk kota kecil berpenduduk kurang dari 100 ribu, angkutannya berupa bus sedang. Sistem ini hendaknya diterapkan secara nyata di lapangan dengan dukungan oleh adanya political will pemerintah daerah.
Kedua, melakukan pemeriksaan terhadap kadar buangan kendaraan secara ketat dan periodik serta melakukan penyebarluasan informasi tentang bahaya dan cara menghindari terjadinya polusi udara (terutama gas buangan kendaraan).
Ketiga, bagi mereka yang berada (baca: bertempat tinggal) pada daerah rawan terpapar polusi udara, sesegera mungkin melakukan pemeriksaan secara rutin dan pengobatan secara tepat. Atau bentuk pencegahan yang lain adalah membiasakan diri untuk mengonsumsi makanan mengandung serat tinggi. Serat makanan dapat menetralkan zat pencemar udara dan mengurangi penyerapan logam berat melalui sistem pencernaan kita. Dan keempat, yang paling penting pemerintah hendaknya komitmen terhadap mengganti bensin bertimbal dengan bensin tanpa timbal.
Dengan usaha di atas, semoga semua komponen masyarakat menjadi sadar akan bahaya pencemaran udara dari kendaraan bermotor dan akhirnya kita berharap semoga budaya ramah lingkungan dalam berkendaraan segera tumbuh sehingga kedepannya akan muncul kesadaran baru untuk memelihara lingkungan dari pencemaran kendaraan bermotor di kota-kota Indonesia. Inilah salah satu harapan yang harus diwujudkan atas kesadaran bersama demi kesehatan kita dan anak cucu kelak. Amin. ***
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
ADA EBOOK GRATIS SEBAGAI BONUS YANG WAJIB ANDA BACA:

Meningkatkan Kualitas Udara

Oleh: ARDA DINATA
KUALITAS udara Bandung dinilai semakin memburuk, demikian judul berita Pikiran Rakyat (10/5/05). Membaca berita itu hati saya menjadi prihatin dengan kondisi kota yang memiliki julukan "Kota Kembang" ini. Arti lainnya dapatlah dikatakan bahwa kondisi pencemaran udara Kota Bandung sudah sangat mengkhawatirkan.

Hal ini beralasan bila kita lihat dari hasil penelitian Ir. Puji Lestari, Ph.D, peneliti spesialis polusi udara dari ITB. Hasil penelitian itu menyimpulkan, polusi udara di wilayah Kota Bandung sudah pada tingkat warning, di mana konsentrasi partikel-partikel pembentuk polusi udara seperti karbon (CO), timbal (Pb), sulfur (SO), dan jenis debu-debuan. Bahkan di beberapa daerah seperti Alun-alun dan kawasan Braga, kadar partikel pembentuk polusinya ada yang sudah melewati baku mutu lingkungan.

Terkait dengan pencemaran udara ini, data terbaru menyebutkan bahwa selama 310 hari atau 85 persen dari 365 hari dalam setahun, kualitas udara di Kota Bandung tergolong buruk karena berada di atas baku mutu. Data ini diperoleh dari stasiun pemantau otomatis yang digunakan untuk menghitung indeks standar pencemar udara /ISPU (Pikiran Rakyat, 27/10/04).

Kondisi tersebut tentu sungguh memprihatinkan. Situasi yang sangat terasa perubahan akibat terjadinya pencemaran udara tersebut adalah terjadinya perubahan suhu di Kota Bandung. Adanya perubahan tersebut, yang jelas bagi warga Bandung, mungkin telah merasakan adanya perubahan suhu di lingkungan tempat tinggalnya. Yakni terasa panas, kotor, berdebu, dan jauh dari semerbak harum bunga. Kondisi tersebut, ternyata diperparah lagi dengan minimnya tanaman (baca: pohon-pohon) yang ada di jalan-jalan Kota Bandung.

Pokoknya, kondisi jumlah pohon di Kota Bandung ini dirasakan masih sangat kurang. Bayangkan, pada tahun 2002 saja ketika jumlah penduduk Bandung sekira 2,5 juta jiwa ternyata jumlah pohonnya yang ada hanya sekira 1,25 juta. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kondisi jumlah pohon saat ini dengan banyaknya projek pelebaran jalan yang banyak menebang pohon seperti di Jalan Pasteur dan Jalan Suci?

Padahal, kalau kita telusuri dari literatur milik Haryoto Kunto (Wajah Bandung Tempo Dulu; 1985), disebutkan bahwa sekira akhir abad 19 dan awal abad 20, Bandung dihiasi berbagai taman seperti Taman Merdeka (Pieters Park) yang merupakan taman bunga pertama di Bandung (1885), Taman Sari (Jubileum Park) yang berupa hutan tropis mini, Taman Ganeca (Ijzerman Park), yang berupa kolam ikan dengan aneka bunga terate, Taman Maluku (Molukken Park), Taman Nusantara (Insulinde Park) serta beragam pohon pelindung jalan.

Dengan berkurangnya (pohon) taman-taman itulah, salah satu penyebabnya, yang menjadikan Kota Bandung tidak seindah dan senyaman tempo dulu lagi. Lebih jauh, ia bisa berakibat tingkat polusi dan penyakit paru-paru cukup tinggi. Singkatnya, kondisi hutan Kota Bandung benar-benar kritis, jauh dari angka ideal yang dibutuhkan warga kota yang telah mencapai lebih dari 2,3 juta jiwa. Istilah lainnya, wilayah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan saat ini paling tidak jumlah pohon pelindung sebanyak 229.649 pohon.

Padahal, idealnya jumlahnya 920.000 pohon pelindung atau 40 persen dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan rumusan jumlah penduduk x 0,5 kg oksigen x 1 pohon : 1,2 kg. (”GM”, 5/10/2000).

Fungsi Tanaman

Kondisi yang sedemikian parah tersebut telah membuat banyak kalangan memprediksikan bahwa bila hal itu tidak segera ditangani dan ditanggulangi dengan baik, maka pohon di Kota Bandung diperkirakan kritis dalam waktu 5-10 tahun mendatang. Semoga hal ini tidak terjadi, karena tidak bisa kita bayangkan bagaimana nasib manusia, bila kadar oksigen di bumi ini berkurang?

Untuk itu, mari kita sambut, gemakan dan diimplementasikan secara nyata --lagi ajk-- ide dari Bupati H. Obar Sobarna S.I.P., berupa "kewajiban" menanam pohon buah-buahan bagi calon pengantin, sebagai simbol dari membangun keluarga sakinah dan cinta lingkungan demi anak cucu kita kelak. Lebih jauh lagi, penulis setuju kalau tiap kepala keluarga menanam pohon minimal satu buah di lingkungannya masing-masing. Pokoknya, jangan biarkan ada tanah kosong di kiri-kanan dan depan-belakang rumah kita. Tanamlah pohon (buah-buahan). Karena pohon buah-buahan, tak hanya indah tapi juga menghasilkan sumber gizi.

Lebih jauh lagi, terkait dengan konteks fungsi tanaman dalam membantu menurunkan tingkat pencemaran udara di perkotaan, tentu hal itu tidak perlu disangsikan lagi. Sebab, tanaman merupakan bagian dari ekosistem kota yang keanekaragaman jenisnya tinggi. Paling tidak, tanaman di dalam kota ini mempunyai berbagai manfaat.

Pertama, fungsi ekologi. Secara sudut pandang ekologi, keberadaan pohon ini dapat berfungsi, di antaranya: (a) Sebagai penyerap gas/pertikel beracun. Tanaman dapat menyerap bermacam gas/partikel beracun yang mencemari udara. Gas tersebut antara lain adalah:
(1) Gas CO2 (karbon dioksida), di mana berbagai jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesis.
(2) Gas NO2 (nitrogen dioksida), di mana gas ini termasuk paling toksik karena gas ini dapat menimbulkan iritasi pada paru-paru sehingga dapat merusak lapisan sel paru-paru, dan sumber pencemarnya adalah gas dari kendaraan bermotor terutama pagi hari antara pukul 6 sampai 9 pada saat terjadi reaksi fotokimia serta ruangan dapur yang menggunakan bahan bakar gas.
(3) Gas SO2 (sulfur dioksida), di mana gas ini berasal dari industri pengecoran logam, pembangkit listrik batu bara, dan penggunaan bahan bakar fosil.
(4) Partikel Pb, di mana kendaraan bermotor merupakan sumber utama Pb yang mencemari udara di perkotaan dan tiap-tiap jenis tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kandungan Pb dari udara.

Fakuara (1990) menyatakan bahwa tanaman damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus), pala (Mirystica fragrans), asam landi (Pithecelobium dulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan sedang-tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara.

(b) Sebagai paru-paru kota. Selain tanaman mempunyai peranan di dalam menyerap gas beracun, tanaman juga menghasilkan gas oksigen pada waktu proses fotosintesis. Gas oksigen ini dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk kelangsungan hidupnya. Karena tumbuhan berperan dalam menghasilkan gas oksigen maka tumbuhan dapat dianggap sebagai paru-parunya suatu kota.

(c) Sebagai pelestarian plasma nutfah. Plasma nutfah yang merupakan bahan baku penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri, maka perlu sekali untuk dikembangkan dan dilestarikan bersama dengan mempertahankan keanekaragaman biologinya. Kawasan hutan kota misalnya, dapat dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna secara ekssitu.

(d) Sebagai peredam kebisingan. Keberadaan tanaman di pinggir jalan ternyata dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tanaman yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang.

(e) Sebagai habitat burung. Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature). Desiran angin, kicauan burung, dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stres yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan. Salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Beberapa jenis burung sangat membutuhkan tanaman sebagai tempat mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur.

Kedua, fungsi ekonomi. Dari sudut ekonomi, tanaman secara langsung dapat digunakan sebagai bahan penghasil pangan terutama sebagai sumber buah-buahan dan sayuran. Selain itu, tanaman di kota berfungsi untuk memberi keindahan terutama golongan tanaman hias. Selain itu, tanaman hias dapat memberikan lapangan usaha kepada masyarakat. Harga satu jenis tanaman hias yang sedang tren dan banyak diminati oleh masyarakat harganya dapat mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah seperti tanaman bonsai dan tanaman anggrek.

Ketiga, fungsi kesehatan dan lingkungan. Seperti telah diuraikan di atas bahwa tanaman itu dapat berperan di dalam menyerap gas beracun. Selain mempunyai peran dalam menyerap gas beracun, ternyata tanaman juga menghasilkan gas oksigen pada waktu fotosintesis. Dan kita tahu, keberadaan gas oksigen ini sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk kelangsungan hidupnya. Dan bahkan ada beberapa jenis tanaman yang dapat langsung dipakai untuk bahan obat seperti ketepeng (Cassia fistulosa), kumis kucing (Orthosiphon stamineus), jarak pagar (Jatropa curcas), dan jombang (Sonchus arvensis). Pokoknya, selain untuk bahan obat keberadaan tanaman itu dapat menciptakan lingkungan yang segar, bersih, nyaman, dan menciptakan panorama alam yang indah.

Keempat, fungsi psikologi. Secara psikologis, keberadaan tanaman ini mempunyai peran untuk menghilangkan ketegangan-ketegangan mental (stress) yang banyak diderita oleh penduduk kota. Kanopi tanaman yang bentuknya bulat, kerucut, pagoda, atau serupa jantung, bulat telur, bentuk ginjal adalah bentuk-bentuk yang menarik. Termasuk dengan bermacam warna bunga merah, kuning, ungu, biru dan warna daun yang hijau akan memengaruhi kejiwaan. Pokoknya, keberadaan tanaman itu dapat menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, harum, menyenangkan dan sebagainya.

Kelima, fungsi pendidikan dan pengajaran. Keberadaan tanaman sebenarnya dapat juga kita jadikan sebagai objek pendidikan, pengajaran dan penelitian. Tanaman berguna untuk pendidikan dalam bidang Farmasi, Pertanian, Biologi, Peternakan, Kedokteran dan lainnya.

Catatan Penutup

Untuk mengurangi tingkat emisi gas buang kendaraan di Kota Bandung ini, saya kira selain usaha pengendalian masalah emisi gas buang, tidak kalah pentingnya adalah menggerakan penghijauan. Sebab, upaya apa pun yang dilakukan untuk mengurangi tingkat emisi gas buang kendaraan tanpa diimbangi dengan penghijauan, maka manfaatnya tidak maksimal. Jadi, usaha untuk menurunkan emisi gas buang akan terasa manfaatnya bila gerakan penghijauan di Kota Bandung dapat berjalan beriringan.

Akhirnya, dengan usaha pengelolaan lingkungan perkotaan berupa menetapkan kebijakan (perda) berupa aturan tentang emisi gas buang kendaraan bermotor, mengatur moda transportasi di Kota Bandung, dan menggalakkan penanaman pohon (baca: program penghijauan jalan) di dalam kota, maka masalah pencemaran emisi gas buang kendaraan bermotor di Kota Bandung dapat kita tekan seminim mungkin.***
Penulis adalah dosen Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
ADA EBOOK GRATIS SEBAGAI BONUS YANG WAJIB ANDA BACA:

Menyelamatkan Laut dari Pencemaran

Oleh: ARDA DINATA
ORANG bijak mengungkapkan, keberadaan laut memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi, struktur kimia atmosfer, sumber bahan pangan dan mineral, media angkutan, pelayaran, keamanan serta merupakan kawasan wisata yang sangat indah. Dalam bahasa Prawiroatmodjo (1997), disebutkan bahwa laut juga menjadi sumber energi, penyedia air tawar dan bahan baku obat-obatan akan terus-menerus memberikan manfaat yang sangat berarti sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta ketika sumber daya di daratan menjadi semakin langka.
Apalagi adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi dan diikuti besarnya peningkatan kebutuhan hidupnya, maka kegiatan eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam, baik pada daerah hulu, pesisir pantai maupun laut mau tidak mau tidak dapat dihindari lagi. Dampak dari adanya kegiatan itu akan menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas lingkungan laut.
Sebenarnya, secara alami laut itu mampu menetralisir bahan pencemar yang masuk. Artinya, ia memiliki daya asimilasi untuk memroses dan mendaur ulang bahan-bahan pencemar yang masuk. Namun, dengan semakin tingginya konsentrasi akumulasi bahan pencemar ke dalam perairan laut sehingga berakibat daya asimilatif laut sebagai gudang sampah menjadi menurun dan menimbulkan masalah lingkungan. Kondisi inilah yang sedang ditanggung oleh lautan di wilayah Pantura.
Tanpa dipungkiri, dampak adanya pencemaran laut itu akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia, organisme lain dan lingkungan sekitarnya. Untuk itu, tugas kita harus mampu mewaspadai segala sumber pencemar laut dengan cara mengendalikannya. Jadi, di sinilah pentingnya memiliki pengetahuan tentang pencemaran laut dan aspek-aspek terkait didalamnya.
Pencemaran Laut
Laut merupakan tempat bermuaranya aliran-aliaran sungai yang membawa berbagai jenis sampah dan bahan pencemar dari daratan. Laut juga merupakan tempat pembuangan langsung sampah atau limbah dari berbagai aktifitas manusia dengan cara yang murah dan mudah. Dengan demikian maka di laut akan dijumpai berbagai jenis sampah dan bahan pencemar.

Dengan demikian pencemaran laut dapat diartikan sebagai masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi.
Ada beberapa faktor pemicu terkait proses masuknya bahan pencemar ke dalam perairan laut dan kemudian dialirkan melalui tingkat-tingkat tropik yang terdapat pada lingkungan tersebut. Pertama, disebarkan melalui adukan/turbulensi, dan arus laut. Kedua, dipekatkan melalui proses biologi dengan cara diserap oleh ikan, plankton nabati atau ganggang, dan melalui proses fisik dan kimiawi dengan cara absorbsi, pengendapan dan pertukaran ion. Bahan pencemar ini akhirnya akan mengendap di dasar laut. Dan ketiga, terbawa langsung oleh arus dan biota laut (ikan).

Terkait dengan sumber pencemaran, Dahuri & Damar (1994), menyatakan bahwa bila ditinjau dari daya urainya maka bahan pencemar pada perairan laut dapat dibagi atas dua jenis. 1. Senyawa-senyawa konservatif, yang merupakan senyawa-senyawa yang dapat bertahan lama di dalam suatu badan perairan sebelum akhirnya mengendap ataupun terabsorbsi oleh adanya berbagai reaksi fisik dan kimia perairan (logam-logam berat, pestisisda, deterjen, dll). 2. Senyawa-senyawa non konservatif, yang merupakan senyawa yang mudah terurai dan berubah bentuk di dalam suatu badan perairan (senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang mudah terlarut menjadi zat-zat anorganik oleh mikroba).

Lebih lanjut Dahuri dan Damar (1994) mengatakan bahwa sumber bahan pencemar perairan laut dapat dibagi atas dua jenis. Pertma, point sources. Yaitu sumber pencemaran yang dapat diketahui dengan pasti keberadaannya. Misalnya, pencemar yang bersumber dari hasil buangan pabrik atau industri. Kedua, non point sources. Yaitu sumber pencemar yang tidak dapat diketahui secara pasti keberadaannya. Contohnya, buangan rumah tangga, limbah pertanian, sedimentasi serta bahan pencemar lain yang sulit dilacak sumbernya.

Dampak Pencemaran
Secara umum dampak pencemaran laut dapat berpengaruh terhadap organisme laut, ekosistem laut, manusia, dan kegiatan pariwisata dan industri. Berikut ini beberapa dampak dari beberapa jenis bahan pencemar yang sering menyebabkan terjadinya pencemaran di laut. Pertama, dampak dari buangan/tumpahan minyak. Pengaruh spesifik dari peristiwa tumpahan minyak terhadap lingkungan perairan laut dan pantai tergantung pada jumlah minyak yang tumpah, lokasi kejadian dan waktu kejadian (Neff, 1996). Buangan dan tumpahan minyak bumi akibat kegiatan penambangan dan pengangkutan dapat menimbulkan pencemaran laut yang lebih luas karena terbawa arus dan gelombang laut.

Pengaruh buangan/tumpahan minyak terhadap ekosistem perairan laut adalah dapat menurunkan kualitas air laut secara fisik, kimia dan biologis. Secara fisik dengan adanya tumpahan/buangan minyak maka permukaan air laut akan tertutup oleh minyak. Secara kimia, karena minyak bumi tergolong senyawa aromatik hidrokarbon maka dapat bersifat racun. Sedangkan secara biologi adanya buangan atau tumpahan minyak dapat mempengaruhi kehidupan organisme laut.
Tumpahan minyak bumi pada perairan laut akan membentuk lapisan filem pada permukaan laut, emulsi atau mengendap dan diabsorbsi oleh sedimen-sedimen yang berada di dasar perairan laut. Minyak yang membentuk lapisan filem pada permukaan laut akan menyebabkan terganggunya proses fotosintesa dan respirasi organisme laut. Sementara minyak yang teremulsi dalam air akan mempengaruhi epitelial insang ikan sehingga mengganggu proses respirasi. Sedangkan minyak yang terabsorbsi oleh sedimen di dasar perairan akan menutupi lapisan atas sedimen tersebut sehingga akan mematikan organisme penghuni dasar laut dan juga meracuni daerah pemijahan.
Kedua, dampak dari limbah domestik dan pertanian. Limbah domestik berupa limbah rumah tangga dan kotoran manusia yang terbuang ke perairan apabila melebihi kemampuan asimilasi perairan sungai dan terbawa ke laut dapat mencemari perairan dan menimbulkan penyuburan berlebihan (eutrofikasi). Gejala ini akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut akibat meledaknya populasi organisme tertentu sehingga dapat menimbulkan kematian beberapa organisme perairan.
Nybakken (1992) mengemukakan bahwa pada kondisi perairan yang mengalami “eutrofikasi”, organisme makro-zoobenthos yang menjadi indikator lingkungan jarang sekali ditemukan. Sedangkan kadar NH3 perairan meningkat dan pH-nya menjadi rendah (asam). Keadaan ini menunjukan kondisi perairan yang tidak stabil dimana terjadi penurunan kualitas perairan sehingga organisme laut akan mati atau tidak dapat melangsungkan aktifitas hidupnya untuk proses pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Sedangkan limbah pertanian selain dapat menimbulkan eutropikasi yang disebabkan akumulasi bahan-bahan organik sisa tumbuhan yang membusuk, akumulasi residu dari pestisida terutama bahan kimia beracun chlorine dan organo-chlorine juga dapat menimbulkan keracunan bagi organisme perairan yang pada akhirnya akan membawa kematian. Keadaan ini tidak hanya mengancam kehidupan organisme yang hidup di habitat yang terkena kontaminasi bahan beracun saja, tetapi dapat mengancam kehidupan organisme lain yang secara ekologis mempunyai kaitan erat dengan organisme tersebut melalui aliran rantai makanan.
Ketiga, dampak dari limbah industri. Dengan terdapatnya berbagai jenis kegiatan industri beserta produknya, maka limbah yang terbentukpun akan bervariasi sesuai dengan jenis industri dan bahan baku yang digunakan.
Sebagai contoh, adanya logam Pb (timbal) dan Hg (merkuri) yang merupakan jenis bahan pencemar di laut, selain dapat menurunkan kualitas dan produktivitas perairan laut, juga dapat menimbulkan keracunan, karena unsur Hg dan Pb merupakan unsur logam berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia apabila terakumulasi pada organisme perairan yang dimakan manusia.
Limbah industri lainnya yang umumnya terbuang ke badan sungai dan dialirkan ke laut atau yang langsung terbuang ke laut akan terakumulasi. Dalam jumlah tertentu yang melebihi kapasitas daya asimilatif perairan, bahan pencemar ini akan menjadi sludge yang menimbulkan bau busuk. Kandungan kimia sludge dapat menurunkan DO dan BOD serta meningkatkan COD. Untuk itu limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke laut melalui badan sungai.
Cara Penanggulangan

Untuk menanggulangi pencemaran laut dewasa ini tidaklah begitu mudah, hal ini disebabkan karena laut mempunyai jangkauan batas yang tidak nyata. Meskipun demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran laut, antara lain: dengan cara membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi) bahan pencemar di tempat yang aman, dan daur ulang limbah.
Selain itu, mengingat demikian luas laut kita maka salah satu cara penanggulangan pencemaran di laut adalah dengan upaya pencegahan. Langkah ini, tentu lebih mudah dan murah dibandingkan dengan upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan laut yang telah tercemar.
Terkait dengan itu, agar dapat dilakukan pencegahan pencemaran laut sedini mungkin, perlu dilakukan pemantauan. Pemantauan adalah pengukuran berdasarkan waktu, atau pengulangan pengukuran, atau pengukuran berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Sedangkan Pemantauan lingkungan laut dapat diartikan sebagai pengulangan pengukuran pada komponen atau parameter lingkungan laut untuk mengetahui adanya perubahan lingkungan akibat pengaruh dari luar.
Pelaksanaan pemantauan lingkungan dapat meliputi segi-segi hukum, kelembagaan dan pembuatan keputusan dari masalah-masalah pencemaran lingkungan. Dengan demikian dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan laut haruslah dimiliki suatu sistem yang dikenal dengan istilah sistem pemantauan lingkungan laut. Pemantauan laut sering dilakukan untuk berbagai tujuan. Meskipun demikian, umumnya pemantauan ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan informasi tentang empat kategori.

Pertama, kepatuhan (compliance). Untuk memastikan bahwa kegiatan (industri dan sebagainya) benar-benar telah dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dan persyaratan-persyaratan izin yang ditentukan. Kedua, verifikasi model. Yaitu untuk memeriksa berlakunya anggapan-anggapan dan ramalan-ramalan yang digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi alternatif-alternatif pengelolaan. Ketiga, pemantauan perubahan, yaitu untuk mengidentifikasi dan kuantifikasi perubahan lingkungan laut jangka panjang yang diharapkan atau dihipotesiskan sebagai akibat yang mungkin timbul oleh kegiatan manusia. Keempat, penerapan baku mutu pengendalian pencemaran laut, yang khususnya dilakukan dalam pelaksanaan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan ANDAL (Analisis Dampak Linkungan) sebagai upaya pengelolaan lingkungan.

Selain kegiatan pemantaun lingkungan laut tersebut, ada beberapa tindakan nyata yang dapat dilakukan agar pencemaran dan kerusakan ekosistem laut dapat dicegah dan dihindari sedini mungkin. 1. Kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, yaitu melarang dan mencegah semua kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut. 2. Kegiatan pengendalian dan pengarahan yang meliputi teknik penangkapan biota, eksploitasi sumberdaya pasir dan batu, pengurukan dan pengerukan perairan, penanggulan pantai, pemanfaatan dan penataan ruang kawasan pesisir, konflik, dan pembuangan limbah.

3. Kegiatan penyuluhan tentang keterbatasan sumberdaya, daya dukung, kepekaan dan kelentingan pesisir, teknik penangkapan, budidaya dan sebagainya yang berwawasan lingkungan laut kepada pemuka masyarakat. 4. Melakukan kegiatan konservasi yang meliputi konservasi pada kawasan ekosistem laut (karang, mangrove, lagun, dan rumput laut), biota, kualitas perairan dan sebagainya.

5. Melakukan kegiatan pengembangan yang meliputi budidaya, penelitian, pendidikan dan pembuatan buku-buku pedoman dan Perda yang dijabarkan dari UU lingkungan hidup terkait lingkungan laut. 6. Melakukan kegiatan berupa penerapan dalam kehidupan masyarakat berupa penerapan peraturan-peraturan dan sanksi hukum yang terkait dengan pencemaran lingkungan laut.
Akhirnya, sesungguhnya kualitas lingkungan laut itu sangat berhubungan erat dengan kualitas manusia. Bukankah manusia itu dianggap sebagai pemilik kekuasaan? Sayangnya, kekuasaan ini seringkali membuat manusia bertindak serakah, sehingga kualitas lingkungan laut menjadi rusak. Untuk itu, adanya kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumberdaya laut yang tidak mempertimbangkan kehidupan generasi saat ini dan akan datang harus segera dihindari sedini mungkin, bila tidak siap-siap kita didera derita ekosistem laut yang rusak.***
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya Bandung.
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
ADA EBOOK GRATIS SEBAGAI BONUS YANG WAJIB ANDA BACA:

Mekanisme Keracunan Merkuri

Oleh: ARDA DINATA
BARU-BARU ini, kita dikagetkan dengan kasus kematian dan penderitaan warga Teluk Buyat. Salah satu korbanya adalah Andini Lenzun (5 bulan), putra Hendrik Lenzun dan Salma Stirman, yang tinggal di Desa Ratatotok Timur, Pantai Buyat, Kabupaten Minahasa Selatan. Ia meninggal (3 Juli 2004) diduga menderita penyakit minamata. Menurut penuturan keluarganya, sejak lahir, kulit di sekujur tubuh Andini bersisik warna hitam, selain menderita sesak napas dan kejang.
Kasus tersebut, tentu mengungkap penasaran kita akan hubungan kematiannya dengan telah terjadinya pencemaran oleh logam-logam berat di Teluk Buyat. Betulkah hal ini ada hubungannya? Lalu, bagaimana sebenarnya cara penanganan pencemaran logam berat (baca: merkuri) itu?
Teracuni logam-logam berat tentu sangat berbahaya. Inilah yang dialami oleh lebih dari 100 warga Buyat, Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, yang menderita penyakit Minamata, mereka diduga terkontaminasi oleh logam berat arsen dan merkuri yang mencemari Teluk Buyat. Logam-logam berat ini di duga berasal dari limbah penambangan emas PT Newmont Minahasa Raya/NMR. (Kompas, 21/7/04).
Dalam dunia kesehatan lingkungan, penyakit minamata dikenal sebagai penyakit gangguan sistem saraf pusat akibat mengonsumsi ikan/kerang yang terkontaminasi logam berat arsen dan merkuri dalam jumlah banyak.
Bila dilihat kondisinya, pada penderita minamata terjadi degenerasi sel-sel saraf di otak kecil yang menguasai koordinasi saraf dan degenerasi sarung selaput saraf, yang akhirnya bisa menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Serangan juga terjadi pada bagian otak yang mengatur penglihatan berupa berkurangnya luas wilayah pandang.
Gejala orang yang terkena keracunan merkuri, biasanya ditandai dengan sakit kepala, sukar menelan, penglihatan menjadi kabur, dan daya dengar menurun. Selain itu, orang yang terkena keracunan merkuri merasa tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak dan disertai pula dengan diare. Kematian dapat terjadi karena kondisi tubuh yang makin melemah. Wanita yang sedang hamil akan melahirkan bayi yang cacat apabila ia keracunan merkuri.
Kasus keracunan merkuri ini, sebetulnya tidak hanya terjadi pada masyarakat Buyat, Kabupaten Minahasa Selatan. Namun sebelumnya juga keracunan merkuri pernah terjadi di beberapa tempat, bahkan untuk beberapa kasus menjadi isu lingkungan yang besar seperti di Teluk Minamata Jepang (1953-1960). Selain itu, pernah juga terjadi di Irak (1961), Pakistan Barat (1963), Guatemala (1966), Nigata Jepang (1968). Keracunan di daerah tersebut terutama disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar merkuri atau mengonsumsi biji-bijian yang diberi perlakuan dengan merkuri.
Berkait dengan mekanisme keracunan merkuri ini, menurut Pramudya Sunu (2001) dalam karyanya “Melindungi lingkungan dengan menerapkan ISO 14001”, menyebutkan bahwa mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas, namun untuk daya racun merkuri dapat diinformasikan sebagai berikut. Pertama, kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri pada umumnya bersifat permanen.
Kedua, masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik yang berbeda seperti daya racunnya, distribusi, akumulasi atau pengumpulan, dan waktu retensinya (penyimpanan) di dalam tubuh.
Ketiga, semua komponen merkuri dalam jumlah cukup, maka akan beracun terhadap tubuh.
Keempat, merkuri dapat berpengaruh terhadap tubuh, karena dapat menghambat kerja enzim dan menyebabkan kerusakan sel. Sifat-sifat membran dari dinding sel akan rusak karena pengikatan dengan merkuri, sehingga aktivitas sel dapat terganggu.
Kelima, tranformasi biologi dapat terjadi pada lingkungan atau di dalam tubuh, di mana komponen merkuri diubah menjadi bentuk lain.
Penanganan Pencemaran Merkuri
Terjadinya keracunan merkuri, tentu bukan hal yang sepele. Lebih-lebih bila kondisinya sudah akut akan dapat menyebabkan kerusakan perut dan usus, gagal kardiovaskular (jantung dan pembuluhnya), dan gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian.
Sebetulnya, terjadinya pencemaran merkuri di lingkungan itu dapat dideteksi dari industri-industri yang menggunakan merkuri didalam prosesnya. Adapun untuk melakukan penanganan pencemaran merkuri, maka sebaiknya terlebih dahulu kita mengetahui sifat-sifat dari merkuri itu sendiri.
Berikut ini sifat-sifat yang umum dari merkuri, yaitu: (1) Berbentuk cair sehingga mudah menyebar di permukaan air dan sulit dikumpulkan; (2) Bersifat mudah berubah menjadi gas dan uap (volatil) sehingga dapat mencemari lingkungan; (3) Dapat diubah oleh mikroorganisme yang terdapat di dalam air (laut, sungai atau danau) menjadi komponen metil merkuri yang sangat beracun, di mana dengan adanya rantai makanan memungkinkan terkumpul di dalam tubuh hewan dan manusia; (4) Merkuri mengalami pemindahan tempat (translokasi) di dalam tanaman dan hewan.
Berdasarkan sifat-sifat itu, maka pencemaran merkuri ini akan tetap terjadi pada lumpur di dasar pantai, sungai atau danau. Sehingga untuk menangani kasus pencemaran merkuri ini, kita tentu bisa belajar dari percobaan yang telah dilakukan Negara Swedia, yaitu menggunakan metode dekontaminasi merkuri. Metode ini meliputi: Pertama, sedimen pada dasar pantai, sungai atau danau ditutupi dengan bahan-bahan yang mempunyai kemampuan absorbsi tinggi.
Kedua, sedimen pada dasar pantai, sungai atau danau ditutupi dengan bahan anorganik yang tidak bereaksi. Dan ketiga, sedimen yang mengandung merkuri dihilangkan dengan cara dikeruk atau dipompa.
Akhirnya, lebih dari itu untuk mencegah terjadinya pencemaran merkuri, maka negara kita sebaiknya mengikuti apa yang telah direkomendasaikan EPA (Environmental Protection Agency), bahwa semua industri yang menggunakan merkuri harus membuang limbah industrinya dengan terlebih dahulu mengurangi jumlah merkuri sampai batas normal. Pertanyaannya adalah sudahkah hal ini dilakukan oleh PT NMR tersebut?***
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
ADA EBOOK GRATIS SEBAGAI BONUS YANG WAJIB ANDA BACA:

Waspadai Pengaruh Toksisitas Logam Pada Ikan

Oleh: ARDA DINATA
PENCEMARAN akibat logam berat, akhir-akhir ini sedang “menggema” ke permukaan. Setelah kasus Teluk Minahasa, Sulawesi Utara, di daerah aliran sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat juga mengalami pencemaran. Air dan ikan di Waduk Cirata dan Saguling diindikasikan mengandung logam berat.

Menurut Eman Surachman, Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) PT Pembangkitan Jawa-Bali, bahwa pencemaran tersebut diduga berasal dari limbah pabrik industri tekstil di Majalaya dan Bandung. Lebih jauh diungkapkan Eman, berdasarkan penelitian BPWC, ikan yang terdapat di Waduk Cirata telah terkontaminasi oleh unsur logam berat seperti timbal (Pb), seng (Zn), kronium (Cr), dan air raksa/merkuri (Hg).

Menghadapi kenyataan seperti itu, kita jadi khawatir terhadap kondisi ikan yang (mungkin) biasa kita santap sehari-hari. Apakah kondisi ikan-ikan yang biasa disantap itu telah terbebas dari toksisitas (racun) logam? Lantas, sebenarnya faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya toksisitas logam itu?
Pengaruh Pada Ikan
Ikan merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan cepat. Ikan pada umumnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran air. Namun demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas (seperti sungai, danau dan teluk), ikan itu sulit melarikan diri dari pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran itu (baca: logam berat) masuk ke dalam tubuh ikan.
Terkait dengan itu, secara umum menurut Darmono (2001), alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi oleh darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal).
Berikut ini, ada beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan. Pertama, pengaruh toksisitas logam pada insang. Insang selain sebagai alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu, insang merupakan organ yang penting pada ikan, di samping insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Dalam hal ini, logam-logam seperti Cd, Pb, Hg, Cu, Zn, dan Ni, sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan logam tersebut sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel.
Di sini, enzim yang sangat berperan dalam insang ikan ialah enzim karbonik anhidrase dan transpor ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat. Apabila ikatan Zn itu diganti dengan logam lain, fungsi enzim karbonik anhidrase tersebut akan menurun.
Di samping adanya gangguan biokimiawi tersebut, perubahan struktur morfologi insang juga terjadi. Hal ini dilaporkan Hughes, dkk. (1979) bahwa pengaruh toksisitas Cd, Ni, dan Cr pada morfologi insang ikan salmon. Ikan akan mengalami hipoksia (karena kesulitan mengambil oksigen dari air), sehingga terjadi penebalan pada sel epitel insang dan berakibat ikan kurang mampu berenang.
Kedua, pengaruh toksisitas logam pada alat pencernaan. Toksisitas logam dalam saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang terkontaminasi oleh logam. Toksisitas logam pada saluran pencernaan juga dapat terjadi melalui air yang mengandung dosis toksik logam. Gardner dan Yevich (1970) melaporkan bahwa ikan Fundulus heteroclitus yang dipelihara dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd, perubahan patologi terjadi setelah satu jam. Dan dalam waktu satu jam setelah ikan hidup dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd dengan kadar garam 32 per seribu, mukosa usus membengkak, aktivitas sel mukosa meningkat terutama usus bagian depan.
Ketiga, pengaruh logam pada ginjal ikan. Ginjal ikan ini berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk bahan racun seperti logam berat. Hal ini menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya toksik logam. Sebagai contoh, ikan sebra, Brachiario rerio, yang hidup dalam air tawar yang mengandung 5 mg/l Cd dan 5 mg/l Hg, mengalami kerusakan ginjal setelah 13 hari. Terlihat adanya endapan dalam lumen tubulus, dan kerusakan lebih berat pada tolsisitas Hg daripada Cd sampai delapan kali lipat (Delamare dan Truchet, 1984).
Keempat, pengaruh akumulasi logam dalam jaringan (bioakumulasi). Proses akumulasi ini terjadi setelah absorpsi logam dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Kondisi ini berpengaruh terhadap nilai ekonomi, terutama dalam sistem perikanan komersial, baik ikan air tawar maupun air laut.
Lebih jauh, ikan yang mengalami bioakumulasi logam ini bila dipandang dari segi ekonomi dan pengaruhnya bila dikonsumsi manusia, adalah dapat menghambat daya reproduksi ikan dan akhirnya terjadi kemusnahan suatu spesies ikan tertentu; dapat menurunkan hasil tangkapan atau hasil tambak; dan dapat menurunkan nilai jual, bahkan dapat ditolak oleh konsumen karena tingginya residu logam dalam produk perikanan. Hal ini seperti yang terjadi belum lama ini, berupa penolakan ekspor ratusan ton ikan cakalang asal Sulawesi Utara oleh Amerika Serikat, dengan alasan telah terkena pencemaran.
Faktor Daya Toksisitas Logam
Berdasarkan paparan di atas, tentu sangat wajar bila fenomena menurunnya tangkapan ikan dan menurunnya kualitas ikan yang terjadi di beberapa daerah perairan Indonesia selama ini, ialah disebabkan karena kondisi perairannya telah mengalami penurunan kualitas akibat (telah) tercemar logam berat.
Berkait dengan itu, menurut Darmono, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap makhluk yaang hidup di dalamnya, diantaranya adalah: (1) Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut. (2) Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya. (3) Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH dan kadar oksigen yang terlarut dalam air.
(4) Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi. (5) Kemampuan hewan menghindar dari pengaruh polusi atau pencemaran. (6) Kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam.
Akhirnya, jelas sudah bahwa semua spesies kehidupan dalam air itu sangat terpengaruh oleh hadirnya logam yang terlarut dalam air, terutama pada konsentrasi yang melebihi batas normal. Untuk itu, waspadailah adanya pengaruh toksisitas logam pada ikan-ikan yang ada di lingkungan kita!***
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
ADA EBOOK GRATIS SEBAGAI BONUS YANG WAJIB ANDA BACA: